Sponsor

Remisi Bagi Koruptor Melukai Hati Masyarakat

Penulis: Drs. Tiop Gomos Dongoran, MM

Seluruh masyarakat menyadari bahwa korupsi merupakan musuh bersama, karena korupsi adalah suatu kejahatan kriminal luar biasa yang paling berbahaya dan secara pelan-pelan merusak sendi-sendi pembangunan suatu bangsa. Korupsi telah menguras dan merugikan keuangan negara, dan merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Koruptor merupakan teroris sejati dan bagaikan virus yang siap mengrogoti keuangan negara setiap saat, dan bahkan koruptor bisa dikatakan lebih berbahaya daripada teroris dan pengedar-pengedar narkoba sekalipun.

Pada kasus tindak pidana biasa, yang dirugikan hanya satu individu atau beberapa orang saja, sedangkan korupsi memiliki dampak merugikan dalam skala yang sangat luas dan besar. Dengan skala seperti itu pemberantasan korupsi mestinya menggunakan cara-cara yang luar biasa. Oleh karena itulah para pemimpin di republik tercinta ini berkali-kali berseru dan berkata bahwa perang melawan korupsi merupakan perang besar, dan tentunya akan memerlukan langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan yang bersifat menyeluruh, sistematis dan berkesinambungan agar membuat jera mereka-mereka yang berniat ingin melakukan korupsi.

Langkah pemerintah yang akan memberikan remisi kepada terpidana “koruptor” sangat melukai hati dan rasa keadilan masyarakat. Pemberian remisi kepada koruptor secara nyata mencederai kemanusiaan dan hak kemanusiaan yang dirampas para koruptor melalui tindakan korupsi.

Negara Indonesia terekam dalam survei Transpareney International masih berada di peringkat ke 107 dari 175 negara terkrup di dunia.

Untuk itu kepada para pemangku kebijakan khususnya Kementerian Hukum dan HAM RI, kita serukan ketimbang mewacanakan penghidupan kembali remisi bagi koruptor, lebih baik menggagas peraturan untuk tidak memberikan remisi bagi pengemplang duit negara alias koruptor; dan bila perlu digagas peraturan yang mengatur hukuman mati bagi koruptor.

Koruptor seharusnya mendapatkan hukuman berat, sangat berat bila perlu hukuman mati demi menghadirkan efek jera.

Remisi memang hak setiap narapidana termasuk terpidana korupsi, akan tetapi mestinya remisi tidak diobral, akan tetapi diberikan secara selektif. Obral remisi justru bertentangan dengan motto yang selalu di dengungkan yaitu “perang melawan korupsi.

Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM memberikan sinyal bahwa pihaknya bakal menghidupkan lagi remisi bagi terpidana korupsi yang sempat di stop pada akhir pemerintahan Presiden SBY, dengan alasan bahwa remisi dan pembebasan beryarat itu sah dan diakui hukum positif di negeri ini.

Sikap pemerintah ini menunjukkan bahwa pemerintah seolah olahmemandang korupsi bukan sebagai kejahatan serius. Cara pandang seperti ini sangat berbahaya dan keliru, karena dihampir semua negara didunia , korupsi di pandang sebagai kejahatan serius, bahkan di beberapa negara hukuman mati masih diberlakukan untuk para koruptor.

Rencana pemerintah ini sangat bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi dan budaya anti korupsi. Presiden Jokowi harus menghentikan kebijakan remisi bagi koruptor, jika tidak ingin di tuduh pro koruptor. Koruptor di indonesia sudah sangat akut dan mengancam kelangsungan sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kapan korupsi akan hilang dari benua Indonesia jika para pembuat kebijakan di negeri ini tidak tegas dalam menerangi korupsi ?

Share this:

Posting Komentar

 
Copyright © LIBASS Online. Designed by OddThemes & Best Wordpress Themes 2018